“Mestakung men, semesta mendukung, tenang aja!!” seru Sutan pas waktu udah menunjukkan pukul tujuh ketika kereta yang akan kami naiki ke stasiun angke baru sampai di tanah abang. Banyak banget cobaan mungkin yang harus kami lewati sebelum kami akhirnya berada di stasiun itu dari mulai rencana akan berangkat ber-sembilan akhirnya pupus menjadi ber-lima ditambah satu orang cewek yang juga ikut karena diajak langsung oleh si frisa, ryan yang meninggalkan komitmennya untuk bangun jam empat yang akhirnya menegakkan tubuhnya jam setengah lima dan juga kereta awal yang selalu tak sesuai jadwal serta kereta paling awal di tanah abang yang dengan indahnya meninggalkan kami tepat di pelupuk mata. Was was selalu ada karena jadwal berangkat kapal ke pulau pari adalah jam 7 pagi sedangkan kami masih ada di tanah abang yang jaraknya dua stasiun dan dua kali angkot dari pelabuhan muara angke. Entah apa jadinya jika tak ada kapal lagi dan kami harus menunggu hingga jam satu siang.
Tepat pukul setengah delapan lebih sedikit kami baru turun dari angkot dan sudah disambut oleh bau amis tak menyenangkan dari pelabuhan itu. Kami bergegas ke dalam dan akhirnya menemukan perahu yang akan berlabuh di pulau pari. Bukan Cuma satu tapi TIGA!! Dan itu jam SETENGAH DELAPAN LEBIH!! Bukan jam TUJUH!! Ternyata semesta benar-benar mendukung kami untuk pergi ke pulau pari.
Kapal pun berangkat lima belas menit kemudian dan akhirnya gue lega karena berpisah dengan bau amis busuk yang ada di pelabuah itu. Terlihat frisa, monik,geza dan ryan asik bercanda dibelakangku dan sutan sudah berada di dalam mimpinya sendiri dengan menyenderkan badannya di tiang tengah kapal. Beberapa saat kemudian sudah terlihat beberapa gugus pulau-pulau imut dari kepulauan seribu yang tak mau kalah dengan deretan beberapa cewek-cewek imut yang berada di kapal itu.
Sekitar satu setengah jam kami terombang ambing akhirnya kapal bersandar di dermaga pulau pari. Sempat takjub karena pemandangan indah yang kami dapat menghilangkan rasa was-was akan ketinggalan kapal yang pertama kami rasakan di atas angkot. Setelah sarapan sebuah roti yang sudah disiapkan oleh frisa demi menekan budget yang ada akhirnya kami menuju virgin beach. Ya, pantai perawan. Disanalah kami akan membangun dua tenda mewah untuk bermalam. Membayar sekitar sepuluh ribu per orang akhirnya kami sudah berada di dalam kawasan pantai perawan dan sesegera mungkin mencari spot untuk berkemah.
harapan |
kenyataan |
Sekitar jam setengah satu setelah sholat duhur kami pergi ke dermaga untuk bersiap-siap snorkeling. Karena kami hanya berenam akhirnya kami dicampur dengan rombongan lain yang ber dua belas. Lumayan lah menekan biaya sewa kapal. Kami akhirnya menuju ke laut. Spot pertama di pulau Tikus pupus karena ombak yang besar sehingga kami langsung berada di spot ke dua. Berada di tengah laut lepas dengan gue yang baru pertama kali snorkeling dan juga gak bisa berenang membuat tubuh enggan mau meloncat bahagia ke air laut meskipun sudah ada pelampung yang siap mengambangkan diri. Akhirnya dengan sekuat tenaga dan dukungan dari air laut yang seakan memanggil-manggil akhirnya gue terjun ke laut dan....bluupp bluup bluuupp.
siap-siap buat snorkeling |
“gue mati nih, mati nih mati” dalam hati setelah banyak menghirup dan menelan air asin karena panik yang berlebihan dan dengan gerakanyang bisa dianggap lebay.
Akhirnya gue bisa sedikit-sedikit tenang dan mencoba meniru gaya semua anak yang sudah asik mencelupkan mukanya ke dalam air. Gue coba untuk menirunya dengan napas yang masih dihirup dari hidung. Seketika itu air masuk dan gue panik. Mencoba lagi dan akhirnya bisa menghirup udara lewat mulut meskipun masih ada air laut yang masuk ke dalam lubang nafas mulut dan gue panik (lagi). Bisa dianggap snorkeling awal gue diisi dengan kepanikan yang gak jelas. Tapi untungnya masih bisa melihat terumbu karang yang masih alami dan ikan-ikan yang bercorak indah.
udah nyebur |
Satu jam kemudian kami beralih ke spot yang terakhir. Spot yang berada di dekat pulau pari itu sendiri. Belum terjun kami sudah disambut oleh terumbu karang yang sudah bisa dilihat dari atas kapal. Dan gue akhirnya bisa terjun ke laut dengan indahnya. Ya tanpa ada kepanikan akan asinnya air laut yang masuk ke lubang-lubang muka ini. Sayang menurut gue, terumbu karang di spot ini sudah rusak. Mungkin karena banyak terinjak oleh para snorkeler-snorkeler yang gak bertanggung jawab berdiri di atas terumbu karang ini *Lima menit kemudian gue berdiri di terumbu karang dengan indahnya disamping monik*. Akhirnya snorkeling kami sukses dan selamat sampai dermaga dengan diiringi bakso ikan hangat yang dengan berat hati kami beli karena kelaparan.
sun set |
Kamipun kembali ke pantai perawan dan mencoba bermain air disana. Air asin hangat dan pasir yang aneh didalam air itu menyambut kedatangan kami. Sembari mencoba mencari kepiting kecil kami bermain air hingga matahari sudah ingin istirahat untuk menerangi kami. Sun set dengan keadaan sedikit mendung membuat kami sedikit kecewa, namun bagaimana lagi, setidaknya pulau ini bisa dikatakan INDAH.
pantai perawan |
Malamnya kami hanya bercengkrama, bermain jempol-jempolan dengan hukuman diberi pertanyaan yang sangat amat penting dan rahasia ngalahin data FBI, dan juga negdengerin suara sumbang om-om dan tante-tante yang lagi karaokean dengan speaker besar di dekat kami. Sempat merasa menjadi artis semalam setelah frisa mengajak gue ikut karaokean barenga tante dan om-om itu. Ya meskipun cuma tiga lagu galau Kerispatih. Serasa gue jadi sammy pas itu. *senyum senyum muka mesum*
Hari udah mulai beranjak pagi. Sun rise tak terlihat karena lagi-lagi dihalangi oleh mendung. Setelah semua terbangun kami mencoba mencari sarapan. Sebuah nasi uduk seharga tiga ribu rupiah. Ya itu iming-iming manis dari si geza di pagi kami. Bukannya nasi uduk yang kami temui malah ketoprak denga isi lontong dan bihun yang jika dimakan terlalu lama akan meningkatkan tingkat kejenuhan yang tinggi. Ya klo menurut monik sih “aku lapar, tapi kenyang”.
Setelah puas dengan kejenuhan lontong dan bihun kami langsung kembali ke pantai perawan dan menyewa dua sampan sedang yang akan membawa kami berkeliling ke lautan dangkal di sekitaran pantai itu. Dalam perjalanan kami mencoba mengintrogasi kapten sampan kami yang sudah berumur sekitar 75 tahun. Ya “sekitar”. Karena bapaknya juga gak ngerti berapa umurnya saat ini.
pas naik sampan |
Setelah puas dengan sampan akhirnya kami mencoba menelusuri panjang pantai ini. Setelah menemukan spot yang kami anggap enak akhirnya kami menghabisakan waktu disana dengan curhat satu dengan lainnya hingga kapal kami sudah siap untuk memulangkan kami dari pulau ini.
Sekitar jam dua belas kami sudah berada di atas kapal yang siap untuk menuju pelabuhan berbau amis itu. Terlihat dalam perjalanan semua orang kelelahan dan tertidur pulas. Termasuk gue. Dan akhirnya kami sampai lagi di tanah jawa dengan selamat dan pulang untuk kembali ke realita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar